Saturday 29 August 2015

makalah ORGANISASI PEMATANGAN DAN CAPABILITI MATURITY MODEL



BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
The Capability Maturity Model (CMM) adalah  framework untuk mengukur tingkat “kematangan” pengembangan sistem informasi dan manajemen proses dan produk suatu organisasi. CMM terdiri dari lima tingkat perkembangan.
Framework CMM untuk sistem dan perangkat lunak informasi bermaksud untuk membantu organisasi meningkatkan ”kematangan” dari proses pengembangan sistem. CMM dibagi menjadi lima tingkatan ”kematangan” yang mengukur kualitas dari proses pengembangan sistem dan perangkat lunak organisasi (setiap level menjadi pra-syarat bagi level sesudahnya).
1.2  Rumusan Masalah
1.3  Batasan Masalah
1.4  Tujuan
1.5  Manfaat
















BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.1  Landasan Teori
The Capability Maturity Model (CMM) adalah  framework untuk mengukur tingkat “kematangan” pengembangan sistem informasi dan manajemen proses dan produk suatu organisasi. CMM terdiri dari lima tingkat perkembangan.
Framework CMM untuk sistem dan perangkat lunak informasi bermaksud untuk membantu organisasi meningkatkan ”kematangan” dari proses pengembangan sistem. CMM dibagi menjadi lima tingkatan ”kematangan” yang mengukur kualitas dari proses pengembangan sistem dan perangkat lunak organisasi (setiap level menjadi pra-syarat bagi level sesudahnya).
Nilai-nilai yang dilihat dalam pengukuran CMM antara lain: (1) Apa yang akan diukur (Parameter); (2) Bagaimana cara mengukurnya (Metode); (3) Bagaimana standar penilaiannya (Skala penilaian); (4) Bagaimana Interpretasinya (Bagi Manusia).
Image
2.2  Pengertian CMM
Capability Maturity Model disingkat CMM  Merupakan mekanisme kualifikasi sebuah software development house yang dapat memberikan gambaran tentang kemampuan perusahaan tersebut dalam melakukan development software. Dalam arti lain, Capability Maturity Model disingkat CMM adalah suatu  model kematangan kemampuan (kapabilitas) proses yang dapat membantu pendefinisian dan pemahaman proses-proses suatu organisasi. Pengembangan model ini dimulai pada tahun 1986 oleh SEI (Software Engineering Institute) Departemen Pertahanan Amerika Serikat di Universitas Carnegie Mellon di  Pittsburgh, Amerika Serikat.
CMM awalnya ditujukan sebagai suatu alat untuk secara objektif menilai kemampuan kontraktor pemerintah untuk menangani proyek perangkat lunak yang diberikan. Walaupun berasal dari bidang pengembangan perangkat lunak, model ini dapat juga diterapkan sebagai suatu model umum yang membantu pemahaman kematangan kapabilitas proses organisasi di berbagai bidang. Misalnya rekayasa perangkat lunakrekayasa sistemmanajemen proyekmanajemen risikoteknologi informasi, serta manajemen sumber daya manusia.
Secara umum, maturity model biasanya memiliki ciri sebagai berikut:
1.      Proses pengembangan dari suatu organisasi disederhanakan dan dideskripsikan dalam wujud tingkatan kematangan dalam jumlah tertentu (biasanya empat hingga enam tingkatan)
2.      Tingkatan kematangan tersebut dicirikan dengan beberapa persyaratan tertentu yang harus diraih.
3.      Tingkatan-tingkatan yang ada disusun secara sekuensial, mulai dari tingkat inisial sampai pada tingkat akhiran (tingkat terakhir merupakan tingkat kesempurnaan)
4.      Selama pengembangan, sang entitas bergerak maju dari satu tingkatan ke tingkatan berikutnya tanpa boleh melewati salah satunya, melainkan secara bertahap berurutan.
Definisi Harafiah
1.      Capability : menjadi kapabilitas yang berarti kemampuan yang bersifat laten. Capability lebih mengarah kepada integritas daripada kapabilitas yang  berarti itu sendiri.
2.      Maturity : matang / dewasa . Matang merupakan hasil proses, sedangkan dewasa merupakan hasil dari pertumbuhan.
Model : suatu penyederhanaan yang representatif terhadao keadaan di dunia nyata
·         Tujuan CMM
Tujuan penggunaan CMM adalah membuat ujian saringan masuk BAGI KONTRAKTOR YANG MENDAFTARKAN DIRI UNTUK MENJADI KONSULTAN.

·         Nilai-nilai yang dilihat dalam pengukuran CMM
1.          Apa yang diukur ( parameter )
2.          Bagaimana cara mengukurnya ( metode )
3.          Bagaimana standar penilaiannya ( skala penilaian )
4.          Bagaimana interpretasinya ( bagi manusia )

·         Kegunaan CMM
1.          Untuk menilai tingkat kematangan sebuah organisasi pengembang perangkat lunak.
2.          Untuk menyaring kontraktor yang akan menjadi pengembang perangkat lunak
3.          Untuk memberikan arah akan peningkatan organisasi bagi top management di dalam sebuah organisasi pengembang perangkat lunak.
4.          Sebagai alat bantu untuk menilai keunggulan kompetitif yang dimiliki sebuah perusahaan dibandingkan perusahaan pesaingnya.

·         Tahapan dalam CMM
1.    Initial Level
Level ini hiasa disebut anarchy atau chaos. Pada pengembangan sistem ini masing – masing developer menggunakan peralatan dan metode sendiri. Berhasil atau tidaknya tergantung dari project teamnya. Project ini seringkali menemukan saat – saat krisis, kadang kelebihan budget dan di belakang rencana. Dokumen sering tersebar dan tidak konsisten dari satu project ke project lainnya. Level initial bercirikan sebagai berikut :
         Tidak adanya manajemen proyek
         Tidak adanya quality assurance
         Tidak adanya mekanisme manajemen perubahan (change management)
         Tidak ada dokumentasi
         Adanya seorang guru/dewa yang tahu segalanya tentang perangkat lunak yang dikembangkan.
         Sangat bergantung pada kemampuan individual
2.    Repeatable level
Proses project management dan prakteknya telah membuat aturan tentang biaya projectnya, schedule, dan funsionalitasnya. Fokusnya adalah pada project management bukan pada pengembangan sistem. Proses pengembangan sistem selalu diikuti, tetapi akan berubah dari project ke project. Sebuah konsep upaya dibuat untuk mengulang kesuksesan project dengan lebih cepat. Level Repeatable bercirikan sebagai berikut :
         Kualitas perangkat lunak mulai bergantung pada proses bukan pada orang
         Ada manajemen proyek sederhana
         Ada quality assurance sederhana
         Ada dokumentasi sederhana
         Ada software configuration managemen sederhana\
         Tidak adanya knowledge managemen
         Tidak ada komitment untuk selalu mengikuti SDLC dalam kondisi apapun
         Tidak ada statiskal control untuk estimasi proyek
         Rentan terhadap perubahan struktur organisasi.
3.    Defined level
Standard proses pengembangan sistem telah dibeli dan dikembangkan dan ini telah digabungkan seluruhnya dengan unit sistem informasi dari organisasi. Dari hasil penggunaan proses standard, masing–masing project akan mendapatkan hasil yang konsisten dan dokumentasi dengan kualitas yang baik dan dapat dikirim. Proses akan bersifat stabil, terprediksi, dan dapat diulang. Level Defined bercirikan :
         SDLC sudah dibuat dan dibakukan
         Ada komitmen untuk mengikuti SDLC dalam keadaan apapun
         Kualitas proses dan produk masih bersifat kwalitatif bukan kualitatif (tidak terukur hanya kira-kira saja)
         Tidak menerapkan Activity Based Costing
         Tidak ada mekanisme umpan balik yang baku
4.    Managed level
Tujuan yang terukur untuk kualitas dan produktivitas telah dibentuk. Perhitungan yang rinci dari standard proses pengembangan sistem dan kualitas produk secara rutin akan dikumpulkan dan disimpan dalam database. Terdapat suatu usaha untuk mengembangkan individual project management yang didasari dari data yang telah terkumpul. Level Managed bercirikan :
         Sudah adanya Activity Based Costing dan dan digunakan untuk estimasi untuk proyek berikutnya
         Proses penilaian kualitas perangkat lunak dan proyek bersifat kuantitatif.
         Terjadi pemborosan biaya untuk pengumpulan data karena proses pengumpulan data masih dilakukan secara manual
         Cenderung bias. Ingat efect thorne, manusia ketika diperhatikan maka prilakunya cenderung berubah.
         Tidak adanya mekanisme pencegahan defect
         Ada mekanisme umpan balik
5.    Optimized level
Proses pengembangan sistem yang distandardisasi akan terus dimonitor dan dikembangkan yang didasari dari perhitungan dan analisis data yang dibentuk pada level 4. Ini dapat termasuk perubahan teknologi dan praktek – praktek terbaik yang digunakan untuk menunjukkan aktivitas yang diperlukan pada standard proses pengembangan sistem . Level Optimized bercirikan :
         Pengumpulan data secara automatis
         Adanya mekanisme pencegahan defect
         Adanya mekanisme umpan balik yang sangat baik
         Adanya peningkatan kualitas dari SDM dan peningkatan kualitas proses.




2.3  Tingkatan CMM
Mungkin ada yang bertanya, bagaimana sebenarnya tingkatan kemampuan yang mungkin dimiliki oleh sebuah organisasi sebagai hasil assessment terhadap penerapan tata kelola TI-nya.
Untuk menjawab hal tersebut sebaiknya kita lihat tingkatan yang mungkin dimiliki oleh sebuah organisasi sebagai berikut:
1.      Level 0: incomplete process
Organisasi pada tahap ini tidak melaksanakan proses-proses TI yang seharusnya ada atau belum berhasil mencapai tujuan dari proses TI tersebut.
2.      Level 1:  performed process
Organisasi pada tahap ini telah berhasil melaksanakan proses TI dan tujuan proses TI tersebut benar-benar tercapai.
 piramida capability level
3.      Level 2: managed process
Organisasi pada tahap ini dalam melaksanakan proses TI dan mencapai tujuannya dilaksanakan secara terkelola dengan baik. Jadi ada penilaian lebih karena pelaksanaan dan pencapaiannya dilakukan dengan pengelolaan yang baik. Pengelolaan di sini berarti pelaksanaannya melalui proses perencanaan, evaluasi dan penyesuaian untuk ke arah yang lebih baik lagi.
4.      Level 3: established process
Organisasi pada tahap ini memiliki proses-proses TI yang sudah distandarkan dalam lingkup organisasi keseluruhan. Artinya sudah ada standard proses TI tersebut yang berlaku di seluruh lingkup organisasi tersebut.
5.      Level 4: predictable process
Organisasi pada tahap ini telah menjalan kan proses TI dalam batasan-batasan yang sudah pasti, misal batasan waktu. Batasan ini dihasilkan dari pengukuran yang telah dilakukan pada saat pelaksanaan proses TI tersebut sebelumnya.
6.      Level 5: optimizing process
Pada tahap ini organisasi telah melakukan inovasi-inovasi dan melakukan perbaikan yang berkelanjutan untuk meningkatkan kemampuannya.
Demikian sekilas gambaran mengenai penerapan tata kelola TI berdasarkan COBIT 5 dan tingkatan pencapaian penerapannya.






















BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan





3.2  Saran

















0 comments:

Post a Comment